Belajar Asik Dari Dapur


Untuk kami, tidak pergi ke sekolah tidak berarti berhenti belajar. Meluaskan makna belajar membuat ringan langkah kami menjalani hari dalam kondisi ketidakpastian seperti sekarang. 


Saat anak jenuh dengan kegiatan online, itu artinya sinyal untuk saya sebagai ibunya merubah pola kegiatan. Percayalah ini bukan hal mudah untuk saya, sebagai ibu rumah tangga, semua pasti tahu pekerjaan rumah itu tak pernah ada habisnya, jika bukan kita sendiri yang membuat keputusan untuk berhenti, maka tak akan pernah berhenti. 


Saya bersepakat dengan suami untuk memilih prioritas dalam kegiatan harian. Artinya saat saya memilih anak-anak sebagai prioritas, maka saya dan suami harus merelakan rumah yang berantakan, piring kotor dan hasil jemuran yang numpuk. Mudah? Tidak! Karena tak jarang saya masih saja merasa ruwet saat melihat kondisi seperti itu. Namun saya bisa kembali rileks saat saya mengingat kembali poin prioritas yg harus saya utamakan. 


Hari ini saya memindahkan kelas ke dapur. Ya.. dapur selalu jadi pilihan favorit untuk saya dan anak-anak mempelajari banyak hal, satu lagi.. dengan mengajak anak-anak ke dapur dan membantu mengolah makanan, saya bisa menyelesaikan pekerjaan ini lebih cepat (untung buat saya kaaan 😂). 


Karena fokus saya kali ini hanya untuk orlin, maka hanya dia saja yang saya ajak. Sementara 2 adiknya saya biarkan bermain bebas sesuka hati mereka. Ada saatnya nanti mereka mendapat giliran. 



Hal pertama yang saya lakukan adalah  memberikan informasi tentang menu yang akan dimasak. Setelah itu baru menawarkan pembagian tugas. Hari ini orlin memilih untuk memanir udang yang sudah saya bumbui hari sebelumnya untuk dibuat ebi furai, kelas kita dimulai dengan membangun diskusi sederhana.


Darimana asalnya udang? Bergerak dengan apa? Bernapas dengan apa? Bagaimana bentuk tubuhnya? Bagaimana cara udang melindungi diri? Termasuk kelompok vertebrata atau invertebrata? Cirinya apa? Siapa teman-temannya (yang termasuk dalam family crustacea). Selesai, pelajaran sains sudah disampaikan. 


Saat orlin bertanya kenapa rangka udang berada diluar, saya membawanya pada topik akidah, mengajaknya memahami asmaul husna, merenungi kebesaran, kehebatan dan kekuasaan Allah. Bagaimana Allah sudah sedemikian rupa menciptakan makhluk hidup dengan segala bentuk dan rupa, dilengkapi dengan semua sistem tubuh yang sempurna. Tak lupa poin syukur menjadi poin penting lain yg digali. Sampai disini Fitrah Iman turut tergali.


Matematika apa tergali juga? Iya donk.. dalam mengolah makanan kita bisa banget memasukkan unsur matematis. Mulai dari jumlah bahan makanan, takaran bumbu, sampai dengan jumlah makanan siap konsumsi. 


Kali ini saya menantang orlin untuk menakar sendiri tepung dan bumbu juga telur. Setelah itu orlin menghitung semua hasilnya dan menyuruhnya untuk membaginya sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Done Matematika tersampaikan. Sesederhana itu, yang penting konsep tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian tersampaikan. 


Tak ada buku, tak ada pensil, tak ada worksheet, tak ada gadget (ada dink, tapi buat ambil foto doank 🤣), tak ada bangku dan meja. Beginilah kami belajar, lesehan di dapur, otak berpikir, mulut berdiskusi tangan tetap meracik. Asik? Buat kami iya.. 


Beberapa teman dan saudara pernah berujar, "iya lah kalo segala udah tahu mah gampang , mau ngajak anak diskusi tentang apapun juga, tinggal ngomong aja, kalo ga tau?".


Jangan salah, saya bukan orang yang tau tentang banyak hal. Menyadari itu, saya terdorong untuk membaca lebih banyak, jika memungkinkan malam sebelumnya saya akan menyiapkan dulu apa yang bisa saya diskusikan dengan anak-anak esok hari. Bukankah guru dan murid itu hanya dibedakan oleh waktu belajar? 


Saya ingat betul, saat seusia orlin dulu saya seringkali bertanya pada ibu tentang apa gunanya saya belajar semua pelajaran yang saya pelajari di sekolah. Teori-teori, rumus-rumus yang saya hafalkan nampaknya tidak saya gunakan dalam aktivitas sehari-hari. Tak ada benang merah yang bisa saya pahami saat itu. Yg saya pahami tentang matematika hanya digunakan untuk menghitung uang, sisanya? Entah untuk apa. 


Pengalaman itu saya gunakan untuk membangun diskusi dengan anak-anak, rasa penasaran saya dulu yang tak pernah terjawab, kini saya bagikan pada anak-anak agar mereka mempunyai Strong Why saat mereka mempelajari sesuatu. Tak sebatas menghafal tanpa mengerti dan mengamalkan. 


Diskusi yang terbangun bisa mengasah logika dan kemampuan berbahasa mereka juga. Jangan tanya berapa buah pertanyaan yang hadir dari diskusi itu, buanyaaaak banget, sampe kadang saya sendiri bingung harus jawab apa 😂. 


Kalau sudah begitu saya akan balik bertanya dan memancing mereka sendiri yang menjawab dan menyimpulkan jawaban dari setiap pertanyaan mereka, atau saya akan mengajak mereka untuk mencari jawabannya bareng, hal ini memberikan insight juga untuk mereka, bahwa diumur yang sudah tua pun, ibunya masih semangat untuk belajar dan mencari informasi tentang hal yang belum diketahui. 


Ow ya.. aktivitas belajar di dapur ini bukan hanya untuk belajar pelajaran sekolah, tapi juga membekali mereka life skill dan survival skill yang harus mereka miliki untuk masa depannya. 


Welldone.. saat proses memasak selesai, diskusi selesai, maka kelas hari itu pun berakhir. Semuanya senang, saya senang, orlin senang dan makanan siap… jadi ayo kita makan 😋😋😋.



Coretan Bunda

Sukabumi, 19 Dzulhijjah 1442 H.




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Belajar Asik Dari Dapur"

Post a Comment