Menakar Masalah



Menakar Masalah 


Siapa yang suka dengan MASALAH? Jika setiap orang harus menjawab nya rasa-rasanya, tak banyak yang akan mengatakan bahwa dirinya suka dengan masalah. Ya, masalah adalah hal yang kebanyakan orang hindari, masalah adalah hal yang paling tak disukai, kita tentu sepakat dengan hal itu, namun sejatinya kita pun sadar, bahwa sesungguhnya hidup itu adalah masalah. 

Sebagai seorang makhluk berakal, setiap saat kita akan dihadapkan dengan masalah, lapar itu masalah, ngantuk juga masalah, namun hal sepele seperti itu kita sudah sangat pandai dalam  menghadapinya, maka hal tersebut tidak kita kategorikan sebagai masalah. Bagi kita, masalah adalah sesuatu hal yang rumit, sesuatu yang harus dipikirkan dengan seksama, menguras energi dan emosi dan butuh effort yang besar untuk diselesaikan. Apapun itu, sebagai seorang manusia berakal, kita pasti punya masalah, baik masalah sepele, masalah sedang maupun masalah yang berat. 

Untuk apa masalah? Saya rasa anda sudah sangat paham, masalah itu hadir supaya kualitas diri kita meningkat dari sebelumnya. Jadi, apa masalah anda? Apa anda sudah punya masalah? 

Sebagai seorang perempuan, istri dan juga ibu yang bekerja di ranah domestik, tentu masalah yang saya hadapi tak akan jauh dari semua itu, mulai dari kurang percaya diri, manajemen emosi dan waktu yang masih belum rapi, bosan menjalankan rutinitas sehari-hari, pola pikir yang cenderung fix mindset, masalah sosialisasi, konsistensi, belum lagi masalah anak-anak yang sekarang sudah sangat bosan dengan kegiatan online, pola kegiatan yang cenderung berantakan karena tak ada jadwal pasti turut serta menurunkan tingkat disiplin dan tanggungjawab anak, masalah lingkungan seperti pengolahan sampah, dan lain sebagainya.

 


Sebagai calon ibu pembaharu, saya dituntut untuk bisa merubah masalah saya menjadi tantangan yang berbuah solusi. Dari sekian banyak masalah yang saya hadapi, saya harus memilah secara bijak masalah mana yang akan saya selesaikan terlebih dahulu, agar solusi yang dihasilkan bisa berkesinambungan untuk memecahkan masalah yang lain.

Kondisi pandemi yang belum juga berakhir, sangat berpengaruh pada kondisi mental anak-anak, jika dalam kondisi normal mereka merasa dituntut untuk bangun lebih pagi, mandi, sarapan dengan teratur, masuk sekolah, mengerjakan tugas secara terkontrol di sekolah, maka selama pandemi ini tuntutan itu seperti nyaris hilang. 

Walaupun anak-anak masih harus belajar secara daring dengan gadget, tapi pendidikan karakter yang ditanamkan seolah pudar. Orangtua yang gagap dengan tugas besar mereka dalam mendidik anak, ikut memberikan andil besar dalam menurunnya rasa tanggung jawab ini, padahal jika kita mengingat kembali petuah “Setiap Diri adalah Guru, setiap Rumah adalah Sekolah” dari Gurunda Ki Hadjar Dewantara, seharusnya hal tersebut tidak terjadi.

Sebagai seorang ibu, saya merasa ikut bertanggung jawab atas kurangnya rasa tanggung jawab anak-anak terhadap hal-hal yang berkaitan dengan mereka. Masalah tanggung jawab dan disiplin anak selama di rumah yang terus merosot akibat merasa kurang “dituntut” menjadi poin penting yang saya garis bawahi agar bisa secepatnya diselesaikan. Rumah adalah madrasah utama dan pertama dalam pendidikan, maka tak selayaknya kita sebagai orang tua hanya mengandalkan sekolah untuk menerapkan pendidikan karakter.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Takhroji Aji tahun 2020 lalu, menyatakan bahwa 88,2% (157 dari 178 responden) orangtua siswa (TK-SMU) di Jakarta menganggap pendididkan karakter tidak dapat dibangun di rumah dan lingkungan anak tanpa ada peran serta sekolah, dan sebanyak 92,1% menyatakan bahwa orangtua tidak dapat membangun karakter anak dengan maksimal tanpa adanya peran serta guru. 

Bagaimana dengan orangtua di seluruh penjuru Nusantara? Saya merasa sedih membacanya. Karena sejatinya mendidik karakter anak adalah tugas penuh orang tua. Jadi, apakah ini masalah saya? Ya.. ini adalah masalah saya, pendidikan karakter terutama tanggung jawab adalah tugas orangtua, dan  saya adalah orangtua dari anak-anak saya. 

Saya sangat merasa resah dan risih melihat perkembangan anak jaman sekarang yang belum tau tanggung jawabnya, saya akan merasa kawatir akan masa depan anak-anak jika mereka tumbuh menjadi orang yang buta akan tanggung jawab dan disiplin, saya sadar dengan sepenuhnya, bahwa anak-anak tidak akan selamanya bersama saya ibunya, maka saya harus memberikan bekal tanggung jawab ini sebagai landasan jati diri mereka terutama sebagai muslim.



Dalam kamus besar bahasa indonesia, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain. Sedangkan disiplin menurut Weber Dictionary adalah Hukuman, Perintah, Bidang ilmu, Pelatihan untuk mengoreksi bentuk, menyempurnakan, ketaatan perintah, perilaku tertib teratur, dan pengendalian diri, sedangkan menurut The Liang Gie (1972) disiplin adalah keadaan tertib dimana orang patuh pada aturan dengan senang.

Saya menggarisbawahi kata "dengan senang" dalam pengertian tanggung jawab yang didefinisikan oleh The Liang Gie. Seberapa banyak orang yang melaksanakan tanggung jawab dalam keadaan senang? Sepertinya problem statement yang saya bawa kali ini akan terus berkembang, akar masalah yang digali pun akan jauh lebih dalam dari dugaan saya sebelumnya.



Sebagai permulaan ini akan menjadi sebuah study yang asik untuk terus dikembangkan, semoga dari study ini saya bisa merumuskan solusi solusi yang bisa saya terapkan pada anak-anak.. insyaallah.. 


Goresan Bunda

Elenio Family

 

#Tantangan1

#ibupembaharu

#bundasalihah

#darirumahuntukdunia

#hexagoncity

#institutibuprofesional

#semestaberkaryauntukindonesia

www.ibupembaharu.com

https://instagram.com/ibupembaharu?utm_medium=copy_link

 

 

Referensi:

Aji, Takhroji. 2020. Pendidikan Karakter di Masa Pandemi Tanggung jawab Siapa?. https://bdkjakarta.kemenag.go.id/berita/pendidikan-karakter-di-masa-pandemi-menjadi-tanggung-jawab-siapa

Hidayat, Nur. Danarti.  Darwati,Sri. Disiplin Positif: Membentuk Karakter tanpa Hukuman. The Progressive and Fun Education Seminar. ISBN 978-602-361-045-7

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online www.kbbi.web.id

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menakar Masalah"

Post a Comment